Hospitality….
Potret kehidupan Jakarta jarang mengenal kepedulian. Jika di kota asal, anda terbiasa dengan keseharian keramahtamahan orang sekitar, saya jamin di Jakarta sedikit anda temukan. Ada, hanya sekitar 20 persen perbandingannya.
Namun, beruntung di dekat kos saya terdapat warung Jawa Timur. Boleh dibilang suasana di sini sangat terasa aura suku Jawa-nya. Kebanyakan pelanggan di sini adalah perantauan asal jatim. Namanya, warung Pak Ri (orang-orang menyebutnya).
Usaha ini dimiliki oleh perantauan suami-istri dan anaknya asal Dampit, Malang. Masakan yang disajikan sangat cocok dengan lidah saya. Pedasnya, manisnya, dan rasanya mirip masakan ibu saya. Ada rawon, pecel, lodeh, hingga sayur bayam bening. Hmm… jarang menemukan makanan itu di kota Betawi ini.
Enaknya, orang-orang yang berkunjung di sini selalu memakai bahasa Jawa untuk percakapannya. ”Mangan opo le,” tanya ibu Ri jika saya datang disana. Dan, setingan warungnya apa adanya, kadang juga diiringi tembang gending jawa. Mantap!!
Soal harga? Nggak jadi masalah, di sini lumayan murah. Seenggaknya untuk ukuran duit Rp 4 ribu masih bisa untuk makan bergizi. Apalagi, ibu yang jual ramah sekali, mirip budhe saya di Tulungagung.
Suasana hospitality-nya sungguh terasa. Hmm… makan pecel bumbu madiun, telor ceplok, tempe anget hanya ditebus Rp 5 ribu plus dendangan Macapat. Feels like home…
Namun, beruntung di dekat kos saya terdapat warung Jawa Timur. Boleh dibilang suasana di sini sangat terasa aura suku Jawa-nya. Kebanyakan pelanggan di sini adalah perantauan asal jatim. Namanya, warung Pak Ri (orang-orang menyebutnya).
Usaha ini dimiliki oleh perantauan suami-istri dan anaknya asal Dampit, Malang. Masakan yang disajikan sangat cocok dengan lidah saya. Pedasnya, manisnya, dan rasanya mirip masakan ibu saya. Ada rawon, pecel, lodeh, hingga sayur bayam bening. Hmm… jarang menemukan makanan itu di kota Betawi ini.
Enaknya, orang-orang yang berkunjung di sini selalu memakai bahasa Jawa untuk percakapannya. ”Mangan opo le,” tanya ibu Ri jika saya datang disana. Dan, setingan warungnya apa adanya, kadang juga diiringi tembang gending jawa. Mantap!!
Soal harga? Nggak jadi masalah, di sini lumayan murah. Seenggaknya untuk ukuran duit Rp 4 ribu masih bisa untuk makan bergizi. Apalagi, ibu yang jual ramah sekali, mirip budhe saya di Tulungagung.
Suasana hospitality-nya sungguh terasa. Hmm… makan pecel bumbu madiun, telor ceplok, tempe anget hanya ditebus Rp 5 ribu plus dendangan Macapat. Feels like home…
0 Comments:
Post a Comment
<< Home